Oleh Aminuddin – Jurnalis
KATA dakwah berasal dari bahasa Arab, yang artinya mengajak, menyeru. Sedangkan menurut Syar’i, dakwah adalah mengajak orang kepada kebaikan.
SATUJALAN NETWORK – Mengutip Moh. Nasir (Fiqhud Dakwah), H Muazin Syair dalam bukunya ‘Mengenal dan Mengembangkan Jurnalistik Dakwah’, menyebutkan tugas dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Pada dirinya melekat suatu kewajiban mengajarkan Islam kepada orang lain, meskipun itu satu ayat.
Sabda Rasul :
“Barangsiapa yang mengajak ke arah petunjuk yang benar, maka ia mendapat pahala sebagaimana pahala yang diperoleh oleh orang yang suka mengikuti ajakannya itu tanpa dikurangi sedikitpun dari jumlah pahala-pahala yang didapatkan oleh seluruh pengikutnya tersebut.” (HR Bukhari).
Wahai saudaraku …
Selain sabar, seorang juru dakwah itu harus bijaksana. Memberi nasehat yang baik dan membantah dengan cara yang lebih baik.
Berikut saya sertakan tiga contoh cara Rasulullah SAW berdakwah.
Tiga contoh ini saya kutip dari buku ‘Bekal Juru Dakwah’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
Semoga ada manfaatnya.
Contoh pertama :
Seorang Badui masuk dalam majelis Nabi yang sedang duduk di tengah-tengah sahabat beliau di masjid.
Orang Badui itu kencing di pojok masjid. Maka, orang-orang pun menghardiknya. Tetapi Nabi yang diberi kebijaksanaan oleh Allah SWT mencegah mereka.
Setelah orang Badui itu selesai kencing, beliau memerintahkan untuk menuangkan setimba air pada kencingnya sehingga hilanglah kotorannya.
Kemudian Rasulullah SAW memanggil orang Badui itu dan bersabda :
“Sesungguhnya tempat-tempat sujud ini tak layak ada gangguan atau kotoran di dalamnya sedikitpun. Sesungguhnya tempat-tempat sujud itu hanya untuk shalat dan membaca Al-Quran.”
Maka lapanglah dada orang Badui itu karena perlakuan yang baik ini. Dia lalu mengucapkan :
” Ya Allah, sayangilah aku dan Muhammad, dan jangan menyayangi seorangpun di samping kami.”
Contoh kedua :
Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW. Ia pun berkata : “Hai Rasulullah, celakalah aku!”
Beliau bertanya : “Apa yang mencelakakanmu?”
Orang itu berkata : “Saya menggauli isteri saya di bulan suci Ramadhan sedangkan saya berpuasa!”
Nabi SAW lalu menyuruh laki-laki itu memerdekakan budak.
“”Saya tidak punya,” jawab laki-laki itu.
Lantas Nabi SAW menyuruhnya berpuasa dua bulan berturut-turut.
“Saya tidak mampu,” jawabnya.
Kemudian Nabi SAW menyuruhnya memberi makan 60 orang miskin.
Si laki-laki itu pun menjawab: “Saya tidak mampu!”
Dia lalu duduk.
Maka Nabi SAW datang dengan membawa kurma kering dan bersabda : “Ambillah ini dan sedekahkan!”
Maka laki-laki itu pun berkata :
“Apakah kepada orang yang lebih miskin daripada saya, hai Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada keluarga yang lebih miskin daripada saya!”
Nabi SAW pun tertawa sampai kelihatan taring atau gigi seri beliau.
Rasul pun bersabda : ” Beri makan keluargamu dengannya.”
Laki -laki itu pun pergi dengan tenang dan tentu saja lega serta bersuka cita.
Contoh ketiga :
Muawiyah Ibnul Hakam mendatangi Nabi SAW yang sedang menunaikan shalat berjamaah.
Lalu salah seorang dari kaum itu bersin dan mengucapkan “Alhamdulillah”!”
Karena orang itu mengucapkan “Alham
dulillah”, Muawiyah pun mengucapkan “Yarhamukullah!”
Maka orang-orang pun mengarahkan pandangan mereka kepadanya.
Semua melihatnya, sehingga Muawiyah berkata : “Aduh, mati Ibuku!”
Kemudian Muawiyah melanjutkan shalatnya.
Seusai shalat, Nabi SAW memanggilnya.
Muawiyah berkata : “Demi Allah, saya tidak melihat seorang guru yang lebih baik daripada beliau. Demi Allah, beliau tidak bermuka masam kepadaku dan tidak membentakku, tetapi hanya bersabda :
“Sesungguhnya di dalam shalat itu tidak boleh ada pembicaraan (kepada) manusia sedikitpun. Yang dibolehkan hanya tasbih, takbir dan bacaan Al-Quran.”
Wallahu a’lam bishshawab.