Ilmu adalah Mata Hati Pengetahuan
“Beramal Ibadan tanpa ilmu, ibarat berjalan dikegelapan malam.”
Oleh: H. Djuliar Rasyid ( Ketua Pembina Yayasan Dakwah & Pendidikan Al Furqon )
SATUJALAN NETWORK – UMMAT Islam wajiblah menuntut ilmu. Mengapa wajib?, Karena ada banyak keutamaan ilmu. Ilmu adalah kekhususan, ilmu adalah keistimewaan yang Allah subhanahu wa ta’ala khususkan untuk manusia.
Ilmu dapat mengantarkan seseorang menuju kepada kebajikan dan ketaqwaan. Dan sebab ketaqwaan itu, seseorang dapat memperoleh kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, dan kebahagiaan yang abadi tentunya. Setiap seorang muslim, hendaknya senantiasa bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Betapa tidak, karena demikian penting dalam menuntut ilmu yang harus diperhatikan adalah fil jiddi (kesungguhan). Jika sesuatu yang dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah subhanhu wa ta’ala akan memberikan keberhasilan di dalamnya.
Selain kesungguhan (al jiddu), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al muwazobah) dan komitmen (al muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada dalam diri setiap orang yang belajar, dengan berjalan beriringan, tidak dapat hanya salah satu saja. Diantara kita ada yang mengerjakan amalan dan ibadah namun ada keraguan. Bahkan justru menyalahi aturan sebagaimana yang disunnahkan Rasulullah. Amalan – amalah yang salah tentu akan sia-sia, karena mengerjakan perkara yang salah atau yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW, tentu bisa bertentangan dengan aturan hukum atau fikih amalan dan ibadah.
Dalam agama itu namanya amalan yang tertolak dan sia-sia belaka. Ustads Amran Anwar dalam sebuah kajian di Majelis Al Furqon Palembang mengutip banyak hadist soal amalan yang tanpa ilmu itu. Antara lain Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari Idul Adha setelah mengerjakan shalat Idul Adha. Beliau Rasulullah SAW bersabda;“Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti kurban kami, maka ia telah mendapatkan pahala salat dan pahala kurban. Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat Idul Adha, maka itu hanyalah sembelihan yang ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.” (HR. Bukhari)
Mereka yang berkurban sebelum Ied Adha, sesuangguhnya karena mereka tidak memiliki pengetahuan dan ilmu tentang perkara berkurban. Mereka ber- amal tanpa tuntunan. Jika ibadahnya asal-asalan, tanpa dasar ilmu dan tanpa dalil, beramal hanya atas dasar amalan itu baik, maka tidak akan diterima .” Jika suatu amalan tidak didasari dengan dalil yang shahih dari Al Qur’an dan hadits, maka amalan tersebut jadi sia-sia. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari – Muslim)
Dalam Al Qur’an disebutkan;“Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan di tanya” (QS Al-Isra’: 36).
Diuraikan bahwa,“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.”(HR. Ibnu Majah). Mengapa menuntut ilmu wajib? Imam Abdullah menjawab, “Dengan ilmu kita dapat mengetahui bahwa yang wajib adalah wajib, yang sunnah adalah sunnah, yang haram adalah haram.” Tidak hanya itu, selain mengetahui hukum tiap perbuatan, seseorang dapat menunaikan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah Swt dengan sebaik-baiknya, karena berlandaskan ilmu. Dengan demikian, dimanapun seorang muslim berada, ia wajib mencari dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Tidak mudah puas dengan sedikit ilmu. Ia harus selalu merasa haus.
Ilmu merupakan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana seorang pemandu kenderaan wajib mengetahui cara yang betul memandu, peraturan lalu lintas, apa yang baik untuk dirinya dan orang lain dan apa yang buruk pada dirinya dan orang lain, maka begitu juga dengan kita yang mau menunaikan amalan yang diperintahkan. “ Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS, Al Mujadilah : 11 ). Seorang muslim wajib melengkapkan diri dengan ‘pelindung’ yang namanya ilmu pengetahuan sehingga tidak salah dalam beramal, tidak salah dalam beribadah.
Kerjalah Ilmu Walaupun Sudah Tua
Tanpa ilmu diragukan ia bisa salah ketika beribadah, salah dalam melaksanakan kewajiban. Kesalahan dalam melaksanakan hal-hal yang wajib sama dengan meninggalkan kewajiban. Tidak sah karena tidak dikerjakan sesuai aturan yang sudah ditentukan dalam Islam. Ketika seseorang hanya mengetahui bahwa shalat zuhur 4 rakaat, ia shalat tanpa tahu bagaimana yang betul pelaksanaannya. Ia akan terjerumus dalam kesalahan fatal. Contohnya dia laksanakan shalat zuhur beberapa menit sebelum waktunya, yang diluar ketentuan waktu yang ditetapkan. Tanpa ilmu seseorang hanya menduga-duga dalam melakukan perbuatan.
Seseorang menduga telah melakukan kebaikan padahal kemaksiatan. Ia menduga telah menjauhi kemaksiatan padahal ia masih berkubang di dalamnya. Contoh yang sering terjadi ketika seorang wanita tidak bisa membedakan antara darah haid dan istihadha. Hanya dengan dugaan telah keluar darah haidh padahal istihadhah, ia tidak shalat, tidak puasa dan sebagainya. Sebaliknya, menduga darah istihadhah padahal haidh, ia shalat, puasa, membaca al-Quran. Tentu ia telah salah, amalan saat itu akan tertolah, bahkan bisa sia-sia.
Tidakkah ini mudarat yg sangat besar? Sebab itu, syariat yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasulullah harus dipelajari agar menjadi ilmu yang mendasari setiap perbuatan. Alasan usia sudah tua atau alasan sibuk tidak dapat menjadi pembenaran untuk tidak mencari ilmu. Selama hayat masih dikandung badan maka kewajiban mencari ilmu tetap ada. Usia bukan halangan dalam mencari ilmu, sama halnya dengan kesibukan. Tidak ada alasan yang bisa menjadi alat membenarkan sikap seseorang untuk lalai menuntut ilmu.
Mudharat amal tanpa ilmu seseorang yang beribadah tanpa ilmu akan lebih banyak menuai mudharat daripada manfaat. Manfaatnya sedikit bahkan mudharatnya lebih banyak. Itulah kenyataan yang akan dihadapi oleh setiap pengamal tanpa ilmu. Oleh sebab itu, jangan mencoba-coba beramal dengan ketidak tahuan. Sama halnya orang yang sakit meminum sembarang obat. Tidak berhasil dengan satu obat beralih ke obat berikutnya. Hasilnya, bukan kesembuhan tapi malapetaka yang berakhir dengan maut. Banyak orang yang menyangka, bahwa banyak amal dan ibadah sudah mendapat jaminan untuk hari akhiratnya, sekurang-kurangnya merupakan tanda kebenaran dan bukti keshalihan. Orang yang beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan bukan pada jalan yang sebenarnya. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan. Hendaklah kalian menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, namun jangan sampai meninggalkan ibadah. Gemarlah pula beribadah, namun jangan sampai meninggalkan ilmu. Karena ada segolongan orang yang rajin ibadah, namun mereka meninggalkanmenuntut ilmu, yang gilirannya tidak sesuai tuntunan yang benar.
Begitulah sering kita dengar, dan itulah fenomena yang terjadi di kalangan kaum muslimin. Dapat dibayangkan, seseorang yang mempunyai amalan sebanyak pepasiran di pantai, akan tetapi setelah ditimbang, dia bagaikan debu yang beterbangan., Allah berfirman,” Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al Furqan:23). Bukan saja amalannya tidak dianggap sebagai amalan yang diterima, bahkan dialah penyebab masuknya seseorang ke dalam api neraka, karena tidak ada ilmu. Wallohu’alam (*)