DUNIA ISLAMNASIHAT

Allah Memerintahkan Kita Selalu Berbuat Baik, Karena Ada Balasan yang Berlipatganda

"Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar zaroh pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya

SATUJALAN NETWORK – Kalau ada orang yang berharap dari kebaikannya sehingga memperoleh keberuntungan, itu tidaklah mengapa. Karena Allah selalu menyebut dalam banyak ayat, bahwa kebaikan akan diimbali dengan kebaikan pula dan pahala yang sangat besar. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Az-Zalzalah, ayat 7 dan 8, yang artinya: “Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar zaroh pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan keburukan sebasar zaroh pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula.”

Firman Allah yang lain. manusia diminta agar jangan berbuat keburukan tetapi berbuat baiuklah: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.( QS. Al Araf : 56) Melakukan perbuatan dan pekerjaan yang baik atau sebutlah melakukan stiap kebaikan, tidak semata-mata dikaitkan dengan hanya untuk mencari rezeki saja, melainkan juga dipandang sebagai cara untuk beribadah kepada Allah.  Segala usaha yang kita lakukan, seluruh manfaat yang kita hasilkan, jika diniatkan karena Allah, akan akan bernilai ibadah dan meraih pahala. Karenanya, semua kegiatan kita, baik yang menghasilkan uang maupun tidak, selama memiliki niat baik, maka itu termasuk dalam kategori bekerja dan beramal shalih. Karena kegiatan itu ditujukan untuk mencari ridha Allah, maka diharapkan manusia akan berusaha semaksimal mungkin untuk terus memberikan yang terbaik, di luar balasan materi atau non-materi yang didapatkannya dari manusia lain.(Rangkuman hasil kajian ustadz Drs. H. Umar Said, ketika memberikan kajian di Masjid Al Furqon Palembang dalam Kajian Ahad.Tahun 2020)

            Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47). Ketika seseorang paham dan mengerti isi kandungan dari hadits di atas, maka bisa dipastikan orang tersebut akan berusaha untuk mengendalikan perkataannya agar yang keluar dari lisannya adalah perkataan yang baik-baik saja. Dan ia akan berbuat baik kepada sesama. Karena orang tersebut paham konsekuensi dari imannya kepada Allah dan hari akhir salah satunya adalah menjalankan anjuran Rasulullah SAW yang terdapat dalam hadits tersebut (berkata yang baik atau diam). Sedangkan jika seseorang itu hanya sekedar tahu hadits tersebut, wajarlah jika ia masih belum bisa mengendalikan perkataannya. Bukan karena ia tidak memiliki iman, tetapi karena pengetahuannya tentang hadits tersebut belum sampai menggerakan hatinya untuk menjalankan anjuran Rasulullah SAW yang terdapat dalam kandungan hadits tersebut.

Baca Juga  Al-Quran Dasar Pengokohan Iman  

Kita ambil contoh lain sebagaimana firman Allah berikut, “Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih”. (QS. Al-Hujurat :12). Hampir mirip dengan contoh sebelumnya. Jika seseorang paham akan isi kandungan ayat tersebut, maka ia akan merasa ngeri dan jijik ketika hendak mengghibahi saudaranya. Mengapa? Karena ia paham bahwa menggibahi saudaranya sama halnya memakan bangkai saudaranya yang ia ghibahi. Tetapi betapa banyak orang yang tahu hadits tersebut, namun hari-harinya diisi dengan menggibahi saudaranya. Itu karena mereka hanya sekadar tahu tentang hadits tersebut, dan tahunya mereka belum sampai meyakini bahwa memang yang terdapat dalam ayat tersebut adalah suatu kebenaran.

Di sinilah letak perbedaannya. Seseorang yang paham tentang suatu hal, tidak hanya menjadikan hal tersebut sebagai pengetahuan. Ia juga akan menjadikan pengetahuannya sebagai petunjuk dalam menjalani hidup. Sehingga pengetahuan yang ada pada dirinya tidak menjadi kubangan ilmu yang justru akan menjadi sarang penyakit bagi dirinya, tetapi menjadi manfaat bagi dirinya juga orang-orang yang ada di sekitarnya. Jadi, seseorang yang Allah kehendaki kebaikan atas dirinya, bukan orang yang hanya Allah beri pengetahuan tentang agama. Tetapi orang yang juga Allah pahamkan atasnya perihal agama.

 

Allah Beri Balasan Kebaikan

Dalam Al-Qur’an disebutkan: Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105). Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Dan kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (QS. An-Najm: 39-42).

Baca Juga  Kewajiban Bersyukur kepada Allah SWT

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS. Al-Insyirah: 7-8).

Allah swt. adalah sebaik-baik pemberi balasan. Tidak akan sia-sia setiap kebaikan yang kita lakukan. Manusia sebaliknya, ia sering lupa, pengetahuannya tak sempurna, keputusannya tidak selalu adil atau bijaksana. Maka, jika hanya mengharapkan balasan darinya, kita lebih mungkin kecewa. Kalau kita bekerja hanya berdasarkan imbalan yang kita terima atau pengawasan dari manusia semata, tidak akan maksimal kerja kita. Semua jadi terasa berat dan hampa, sekedar rutinitas untuk melewati jam kerja sampai akhir bulan tiba beserta gaji kita.

Rasulullah saw. bersabda:“Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin sesunguhnya dia telah beruntung, barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka sesungguhnya ia telah merugi, dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia terlaknat.”(HR Dailami). Kemudian Rasulullah SAW dalam sabdanya yang lain: “Allah SWT mencela sikap lemah dan tidak bersungguh-sungguh. Kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap ‘cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung.’” (HR. Abu Dawud). “”Berpagi-pagilah dalam mencari rezeki dan kebutuhan, karena pagi hari itu penuh dengan berkah dan keherhasilan.” (HR. Thabrani).  ”Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (HR. Bukhari).

Tentu kita tetap harus menuntut hak kita dalam bekerja. Jangan sampai kita diperlakukan tidak adil atau merasa teraniaya. Namun, jangan biarkan hal itu menodai keikhlasan niat baik kita. Umar Said, dalam Kajiannya,  meminta agar percaya, bila kita melakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, maka kebaikan pula yang kita dapatkan. Cepat atau lambat semua usaha yang baik akan membuahkan hasil yang menggembirakan. ” Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya. (QS. Thaha: 112). Wallahu’alam.(*)

Penulis: Bangun Lubis

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button