Miskin Itu Hanya Perasaanmu — Allah Tidak Pernah Berniat Menyengsarakan Hamba-Nya

Oleh: Bangun Lubis
ADA orang yang setiap pagi memulai harinya dengan keluhan: “Hidup ini berat. Uang selalu kurang. Sepertinya aku ditakdirkan miskin.”
Padahal, jika kita jujur, kebanyakan dari kita tidak benar-benar miskin—yang miskin hanyalah rasa syukur kita.
Dalam pandangan Islam, kemiskinan sejati bukanlah kekurangan materi, melainkan kekosongan hati dari rasa cukup dan puas. Al-Qur’an dan hadis sama sekali tidak menggambarkan bahwa Allah memiliki niat untuk membuat hamba-Nya sengsara atau memiskinkannya.
Yang ada hanyalah ujian, tarbiyah, dan pendidikan hati yang Allah berikan agar kita menjadi manusia yang lebih mulia.
1. Allah yang Mengatur Rezeki dengan Penuh Hikmah
Allah berfirman:
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkannya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al-Ankabut: 62)
Rezeki bukan sekadar uang atau harta. Ia mencakup kesehatan, ketenangan, keluarga yang harmonis, anak yang saleh, hingga iman yang menguatkan hati. Kadang Allah menahan sebagian rezeki duniawi kita agar hati tetap lembut, doa tetap mengalir, dan langkah tidak menjauh dari-Nya.
Seperti seorang dokter yang membatasi makanan pasien demi kesembuhannya, Allah pun membatasi sebagian keinginan kita demi keselamatan akhirat.
2. Kekayaan Sejati adalah Kekayaan Hati
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.”(HR. Bukhari & Muslim)
Bayangkan ada dua orang:
- Si A bergaji besar, rumah mewah, mobil banyak, tapi setiap hari resah memikirkan bagaimana hartanya bertambah dan takut berkurang.
- Si B penghasilan sederhana, rumah mungil, motor tua, tapi setiap malam ia tidur nyenyak, hatinya tenang, dan lisannya basah oleh syukur.
Menurut pandangan Rasulullah ﷺ, Si B-lah yang lebih kaya. Sebab harta terbesar adalah hati yang penuh qana’ah.
3. Allah Tidak Pernah Menzalimi
Allah menegaskan:
“Dan sekali-kali Allah tidak menzalimi hamba-hamba-Nya.”
(QS. Ali ‘Imran: 182)
Jika hidup terasa sempit, itu bukan kezaliman. Itu adalah salah satu bentuk ujian yang sudah Allah siapkan bersamaan dengan jalan keluarnya. Kesulitan yang kita rasakan hari ini bisa jadi penebus dosa, pengangkat derajat, atau pelatih kesabaran yang kelak kita syukuri.
4. Bersama Kesulitan, Ada Kemudahan
Allah berjanji dua kali dalam satu surah:
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 5-6)
Ulama tafsir menjelaskan, penggunaan kata “bersama” (مع) menunjukkan bahwa kemudahan sudah ada, bukan akan datang nanti. Mungkin kita hanya belum melihatnya.
5. Kisah Para Nabi: Hidup Sederhana, Hati Kaya
Nabi Muhammad ﷺ pernah berhari-hari hanya makan kurma dan air. Bahkan pernah tidak ada makanan di rumah beliau hingga harus mengganjal perut dengan batu. Apakah itu membuat beliau miskin dalam arti hina? Tidak. Justru dari rumah yang sederhana itulah lahir peradaban emas.
Nabi Sulaiman عليه السلام diberi kekayaan dan kerajaan yang tak tertandingi. Namun beliau tetap berkata:
“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur.”
(QS. An-Naml: 40)
Baik dalam kelapangan seperti Nabi Sulaiman maupun dalam kesederhanaan seperti Nabi Muhammad ﷺ, hakikatnya sama: dunia hanyalah titipan, hati tetap terikat pada Allah.
6. Miskin yang Sejati Adalah Saat Kita Tak Lagi Bersyukur
Seorang ulama salaf berkata:
“Siapa yang tidak puas dengan sedikit, tidak akan pernah puas dengan banyak.”
Orang yang merasa miskin padahal kebutuhan pokoknya tercukupi, sesungguhnya telah kehilangan rasa syukur. Ia terus melihat apa yang tidak dimiliki, lupa menghitung apa yang sudah ada di genggaman.
Kaya Hati, Tenang Jiwa
Allah Maha Kaya. Dia tidak pernah kekurangan sesuatu sehingga perlu mengambil harta hamba-Nya. Setiap kali Dia memberi atau menahan, itu selalu untuk kebaikan.
Jika kita merasa miskin hari ini, mari berhenti sejenak. Hitung nikmat yang telah diberikan: udara yang gratis, tubuh yang berfungsi, keluarga yang mendukung, iman yang masih ada di dada. Lalu ingat janji-Nya:
“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. Ibrahim: 7)
Kaya atau miskin di mata manusia tidak menentukan bahagia atau sengsara. Yang menentukan adalah isi hati. Dan hati yang penuh syukur akan membuat setiap orang merasa kaya—sekalipun isi dompetnya tipis.