Ketika Rumah Tak Hanya Tempat Tinggal, Tapi Sumber Kedamaian Bersama Tetangga

Oleh: Nurul Hayati
Hidup bertetangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dihindari. Dalam setiap lingkungan, selalu ada orang-orang yang tinggal di sekitar kita, berbagi ruang, jalan, bahkan suara. Kehadiran mereka bisa menjadi sumber ketenangan dan kebahagiaan, namun bisa pula menjadi sumber kegelisahan bila hubungan tidak dijaga dengan baik. Karena itu, membangun kehidupan bertetangga yang harmonis adalah salah satu kunci kebahagiaan sosial yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak beriman seseorang di antara kamu hingga ia mencintai untuk tetangganya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya sikap peduli terhadap tetangga. Iman seseorang belum sempurna jika ia tidak mampu menebar kebaikan kepada orang yang tinggal paling dekat dengannya. Artinya, tetangga bukan sekadar orang lain yang berada di luar pagar rumah kita, melainkan bagian dari kehidupan kita sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan dengan tetangga sering kali menjadi cermin dari akhlak seseorang. Orang yang sabar, penyayang, dan rendah hati akan mudah diterima di lingkungannya. Sebaliknya, orang yang mudah tersinggung, suka menggunjing, atau tidak peduli pada sekitar akan membuat suasana menjadi kaku dan tidak nyaman. Padahal, hidup dalam lingkungan yang penuh kasih dan saling menghargai akan membuat hati lebih tenang dan rumah terasa lebih damai.
Kebahagiaan dalam bertetangga sebenarnya dimulai dari hal-hal kecil. Sebuah senyuman saat berpapasan, sapaan ramah di pagi hari, atau uluran tangan ketika tetangga sedang kesulitan. Tidak perlu menunggu momen besar untuk berbuat baik. Bahkan, Rasulullah ﷺ mengingatkan kita untuk tidak meremehkan kebaikan sekecil apa pun, meskipun hanya dengan memberikan sebagian makanan kepada tetangga.
“Wahai perempuan Muslimah, janganlah meremehkan kebaikan sekecil apa pun, walaupun hanya dengan memberikan tetangganya potongan kaki kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata-kata itu mengajarkan bahwa nilai sebuah kebaikan bukan pada besar kecilnya pemberian, tetapi pada ketulusan hati saat memberikannya. Di lingkungan yang saling berbagi dan tolong-menolong, akan tumbuh rasa saling percaya dan kebersamaan yang menghangatkan. Itulah yang menjadi fondasi ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup bertetangga.
Namun, menjaga hubungan baik juga memerlukan kesabaran. Tidak semua tetangga memiliki sikap yang sama. Ada yang mudah bergaul, ada pula yang tertutup. Ada yang peka, ada pula yang mudah tersinggung. Dalam situasi seperti ini, kita dituntut untuk tetap bersabar dan berlapang dada. Rasulullah ﷺ bahkan menegaskan bahwa orang yang bersabar terhadap gangguan tetangganya akan mendapatkan pahala besar di sisi Allah.
> *“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya.”(HR. Bukhari)
Maka, langkah pertama untuk hidup bertetangga bahagia adalah menahan diri dari menyakiti. Jangan membuat kebisingan yang mengganggu, jangan berkata kasar, jangan menggunjing, dan jangan membiarkan tetangga merasa tidak nyaman. Sebaliknya, berusahalah menjadi tetangga yang menenangkan — yang kehadirannya dirindukan, bukan dihindari.
Lingkungan yang damai tidak tercipta dari rumah megah atau pagar tinggi, tetapi dari hati yang lembut dan saling menghormati. Jika setiap rumah di sebuah kampung dipenuhi dengan niat baik dan saling mendoakan, maka seluruh lingkungan akan dipenuhi berkah.
Bayangkan, betapa indahnya sebuah kawasan di mana setiap orang mengenal tetangganya, saling menyapa, saling membantu, dan saling menjaga. Tidak ada rasa curiga, tidak ada iri hati. Yang ada hanya semangat kebersamaan dan rasa syukur karena memiliki orang-orang baik di sekitar kita.
Hidup bertetangga bahagia bukan sekadar tentang sopan santun, tetapi juga tentang menebar rahmat. Sebab, di antara tanda seorang mukmin sejati adalah ketika ia mampu menjadi sumber ketenangan bagi lingkungannya. Dari situlah keberkahan hidup akan mengalir — di rumah, di hati, dan di seluruh penjuru kehidupan.