< Perempuan-Perempuan Tangguh dari Zaman Kenabian — Pelita dari Masa Lalu untuk Perjuangan Hari Ini - Satujalan.com
MUSLIMAH

Perempuan-Perempuan Tangguh dari Zaman Kenabian — Pelita dari Masa Lalu untuk Perjuangan Hari Ini

Penulis: Bangun Lubis

PADA  masa ketika perempuan dianggap tak lebih dari harta warisan dan suara mereka ditenggelamkan dalam kelamnya zaman jahiliyah, Islam datang membawa cahaya: mengangkat martabat perempuan, menghapus aib terhadap kelahiran anak perempuan, dan menyematkan kehormatan baru di kepala mereka — kehormatan sebagai penentu surga dan neraka.

Di antara kisah paling menggugah hati adalah tentang mereka — wanita-wanita tangguh yang hidup di zaman Rasulullah SAW. Mereka bukan perempuan biasa. Mereka adalah pelita yang membakar dirinya untuk menerangi jalan Islam. Air mata dan darah mereka menjadi saksi bisu akan sebuah cinta yang dalam terhadap agama ini.

  1. Sumayyah binti Khayyat — Gugur Sebagai Syuhada Pertama

Namanya mungkin tak setenar Khadijah atau Aisyah, tapi langit mengenalnya dengan baik. Ia adalah syahidah pertama dalam Islam, wanita yang dipaksa untuk kembali pada kekafiran, tapi lidah dan jiwanya telah kokoh bertauhid.

Disiksa oleh Abu Jahal dengan besi panas dan cambuk, tubuhnya remuk, tapi hatinya teguh: “Ahad, Ahad!” Begitu ia mengucapkan keesaan Allah, hingga tombak menembus tubuhnya. Tapi justru dari luka itulah mengalir kemenangan iman. Hari ini, Sumayyah menjadi lambang dari kekuatan seorang wanita yang mempertaruhkan segalanya demi Allah.

Ikhtibar: Kadang, jalan iman penuh luka. Tapi luka yang dipersembahkan kepada Allah akan menjadi cahaya di akhirat.

  1. Khadijah binti Khuwailid — Penopang di Titik Nol Kenabian

Dia bukan hanya istri, dia adalah rumah bagi Rasulullah SAW. Ketika wahyu pertama turun dan tubuh Rasulullah menggigil dalam ketakutan, Khadijahlah yang menenangkannya, memeluk dengan cinta dan meyakinkan dengan iman.

Baca Juga  Setiap Zaman Terbentang dalam Al-Qur’an

Ia menyerahkan seluruh hartanya, kejayaannya, dan hidupnya demi perjuangan suami yang kini memikul amanah kenabian. Ia tak ragu menyertai suaminya ke gua-gua, padang, dan jalan-jalan sunyi dakwah. Bahkan ketika tubuhnya lemah dan sakit, ia tetap menjadi benteng semangat bagi Nabi.

Ikhtibar: Seorang wanita bisa menjadi benteng keimanan dalam keluarga. Keikhlasan Khadijah telah menumbuhkan peradaban yang tak pernah padam hingga hari ini.

  1. Asma’ binti Abu Bakar — Sang Pemilik Dua Ikat Pinggang

Ketika Rasulullah dan Abu Bakar hijrah ke Madinah, Asma’ — wanita muda saat itu — mengambil peran besar dalam menyuplai makanan dan informasi di tengah bahaya besar. Ia memotong kain pinggangnya menjadi dua: satu untuk mengikat makanan, satu lagi untuk dirinya sendiri. Maka Nabi pun menjulukinya Dzatun Nithaqain (pemilik dua ikat pinggang).

Asma’ menunjukkan bahwa perjuangan bukan hanya di medan perang, tapi dalam pengorbanan diam-diam, dalam kesetiaan yang tersembunyi.

Ikhtibar: Tak semua perjuangan butuh sorotan. Ada pengorbanan sunyi yang dicatat Allah di langit sebagai amal besar.

  1. Ummu Sulaim — Ibu, Pejuang, Guru dan Dermawan

Ketika anaknya meninggal, ia tetap sabar dan melayani suaminya dengan tenang. Esoknya, ia memberitahu tentang wafatnya anak mereka dengan lembut dan iman yang luar biasa. Bahkan Rasulullah SAW mendoakannya hingga ia diberi keturunan yang menjadi ulama besar.

Ia juga membawa pedang dalam perang, mendermakan hartanya untuk Islam, dan menjadi guru bagi banyak perempuan di Madinah.

Baca Juga  Herman Deru: Bapak Rumah Tahfidz Sumsel

Ikhtibar: Ketegaran hati seorang ibu adalah tiang dari rumah-rumah yang kokoh dalam iman.

Perempuan Hari Ini, Apa yang Kita Warisi?

Wahai saudariku, wahai bunda, wahai para muslimah…

Kita hidup di zaman yang berbeda, tapi tantangannya tak kalah besar. Mungkin kita tak dihadapkan pada tombak seperti Sumayyah, tapi kita menghadapi godaan dunia yang terus mencoba menumbangkan identitas kita.

Mungkin kita tak harus menjual seluruh harta seperti Khadijah, tapi kita ditantang untuk menjadi tiang bagi suami dan anak-anak, dalam sabar dan doa.

Mungkin kita tak berjalan malam-malam di gurun seperti Asma’, tapi kita bisa diam-diam menyalurkan kebaikan, menyebar ilmu, mendidik anak, dan menjaga rumah tangga sebagai medan jihad kita.

Dan mungkin kita tak harus kehilangan anak seperti Ummu Sulaim, tapi kita bisa belajar untuk selalu kuat dalam kehilangan, ikhlas dalam musibah, dan terus tersenyum dalam kesedihan karena yakin bahwa Allah selalu menyimpan hikmah.

  Cahaya dari Masa Lalu

Perjuangan wanita Islam di masa lalu bukan hanya sejarah. Mereka adalah pelita, yang cahayanya belum padam meski telah berlalu ribuan tahun. Dan kini, giliran kita untuk meneruskan nyala itu — dengan langkah, dengan doa, dengan sabar, dengan ilmu, dan dengan cinta kepada Allah.

Karena sungguh, setiap perempuan yang bersungguh-sungguh karena Allah, akan Allah kuatkan dengan cara yang tak pernah ia duga.

“Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beriman di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan.”(QS. Ali Imran: 195)

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button