Sunnah Rasulullah SAW dalam Menyikapi Kesalahan Orang Lain — Lembut, Bijak, dan Penuh Kasih Sayang

Oleh: Bangun Lubis ( Dari Berbagai Sumber )
DALAM kehidupan sehari-hari, kita sering berinteraksi dengan orang lain, dan tidak jarang menemukan kesalahan yang mereka lakukan. Islam, melalui teladan Rasulullah SAW, mengajarkan cara menyikapi kesalahan dengan penuh kebijaksanaan, kelembutan, dan kasih sayang.
Rasulullah SAW tidak hanya memperbaiki kesalahan, tetapi juga menjaga kehormatan orang yang bersalah, sehingga teguran menjadi pintu perbaikan, bukan sumber luka hati.
1. Tabayyun (Klarifikasi Sebelum Menilai)
Sebelum menuduh atau menyalahkan seseorang, Islam mengajarkan *tabayyun*—memastikan kebenaran informasi. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Rasulullah SAW tidak pernah terburu-buru mengambil kesimpulan tanpa bukti yang jelas.
2. Menjauhi Ghibah (Menggunjing)
Kesalahan orang lain bukanlah bahan pembicaraan yang layak disebarkan. Ghibah adalah dosa besar yang dapat merusak ukhuwah. Rasulullah SAW bersabda:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Beliau bersabda, ‘Engkau menyebutkan tentang saudaramu sesuatu yang ia benci.'”(HR. Muslim)
3. Tidak Mencela di Depan Umum
Rasulullah SAW selalu menjaga harga diri orang yang melakukan kesalahan. Beliau menegur dengan cara yang tidak mempermalukan. Sering kali beliau menggunakan kalimat umum, seperti:
“Mengapa ada orang yang melakukan ini dan itu…?” tanpa menyebut nama pelakunya.
4. Memberi Nasihat Secara Rahasia
Jika ingin menegur, Rasulullah SAW melakukannya secara pribadi, dengan bahasa yang lembut. Ini sesuai pepatah ulama:
“Barangsiapa menasihati saudaranya secara rahasia, maka ia telah menasihati dan memperbaikinya. Barangsiapa menasihati di depan umum, maka ia telah mempermalukan dan merusaknya.” (Imam Asy-Syafi’i)
5. Memaafkan Kesalahan**
Memaafkan bukan berarti membiarkan kesalahan, melainkan membuka jalan bagi perbaikan. Rasulullah SAW adalah manusia yang paling pemaaf, bahkan terhadap orang yang pernah menyakitinya.
6. Mendoakan Kebaikan
Rasulullah SAW mendoakan orang yang bersalah agar mendapat hidayah, bukan kehancuran. Sikap ini membuat banyak hati yang keras menjadi lembut.
7. Mengingat Tingkatan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.”* (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa perbaikan harus disesuaikan dengan kemampuan dan situasi, serta tetap menjunjung akhlak mulia.
Menegur kesalahan bukan sekadar kewajiban, tetapi juga seni dalam menjaga kehormatan dan hubungan baik. Sunnah Rasulullah SAW mengajarkan bahwa tujuan nasihat adalah memperbaiki, bukan mempermalukan.
Dengan tabayyun, menjaga lisan, memberi nasihat secara rahasia, memaafkan, dan mendoakan, kita bukan hanya mengikuti sunnah, tetapi juga menebarkan rahmat di tengah masyarakat.