Didik Anakmu dengan Ajaran Islam

SEMUA negara di dunia tentu akan mempersiapkan generasi mudanya untuk memperoleh pendidikan yang baik. Namun, pendidikan yang baik bukan hanya tentang penguasaan ilmu pengetahuan, melainkan juga pembentukan akhlak dan karakter mulia.
Terutama di era modern ini, saat kemajuan teknologi dan globalisasi begitu deras menggulung, maka nilai-nilai moral dan spiritual justru semakin mendesak untuk ditegakkan.
Indonesia, sebagai negeri yang penduduknya mayoritas Muslim, memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini. Pemerintah boleh saja terus mengembangkan sistem pendidikan secara struktural, bahkan menggulirkan proyek-proyek pendidikan beragam. Namun, satu sistem pendidikan yang paling kuat dan berpengaruh justru berasal dari kesadaran para orang tua — ibu dan ayah yang sadar pentingnya memberikan pendidikan Islam kepada anak-anak mereka sejak usia dini.
Hal ini tercermin dari semakin banyaknya orang tua yang memilih menyekolahkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan Islam, mulai dari playgroup, taman kanak-kanak, hingga tingkat dasar (SD). Sekolah-sekolah Islam kini menjamur, tidak hanya di kota-kota besar, tapi juga merambah hingga ke pelosok desa. Mereka hadir dalam berbagai jenis — dari yang berbasis pesantren, madrasah, hingga Sekolah Islam Terpadu (SIT) yang menggabungkan kurikulum nasional dan kurikulum keislaman.
Tujuan Pendidikan Islam: Membentuk Pribadi Mukmin Sejati
Sekolah Islam bertujuan tidak sekadar memberikan pengetahuan dunia, melainkan juga bimbingan jasmani dan rohani, agar terbentuk kepribadian utama menurut ajaran Islam. Kepribadian yang memilih, memutuskan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab atas pilihannya secara moral dan spiritual.
Sebagaimana disebutkan oleh Djamaluddin (1999), pendidikan Islam bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri tinggi menurut ukuran Allah. Ini berarti pendidikan harus mampu membuahkan manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga mulia secara spiritual.
Hasan Langgulung, dikutip oleh Djamaluddin, menyebutkan empat fungsi utama pendidikan Islam:
- Menyiapkan generasi muda agar mampu menjalankan peran-peran penting dalam masyarakat.
- Memindahkan ilmu pengetahuan dari generasi tua ke generasi muda.
- Menjaga keutuhan nilai-nilai moral masyarakat.
- Mendidik manusia agar amalnya di dunia berbuah kebaikan di akhirat.
Allah Swt. berfirman:“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
(QS. An-Nisa: 9)
Mukhtar Bukhari, sebagaimana dikutip Halim Soebahar (2002), menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri peserta didik. Baik melalui individu, keluarga, maupun lembaga yang berpijak pada prinsip Islam.
Sementara itu, As-Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, memuat pedoman yang bersifat praktis dalam membina manusia menjadi hamba yang bertakwa dalam segala aspek kehidupannya.
Dari sini kita paham, bahwa orang tua yang menyekolahkan anaknya ke sekolah Islam tidak sekadar mengikuti tren, tapi sesungguhnya sedang berusaha mewariskan iman dan akhlak untuk generasi selanjutnya. Agar Islam tidak terputus, tidak hanya menjadi sejarah, tapi tetap hidup dalam perilaku dan pemikiran anak-anak kita.
Melindungi Anak dari Gelombang Peradaban Sekular
Di tengah derasnya arus liberalisme dan materialisme yang ditawarkan budaya Barat, pendidikan Islam menjadi benteng terakhir yang dapat menyelamatkan anak-anak dari kehilangan arah hidup. Pendidikan Islam memberi anak filter moral, kemampuan memilah dan menilai, serta keberanian untuk mempertahankan kebenaran di tengah tekanan zaman.
Allah Swt. berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”
(QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini menjadi dasar utama mengapa tanggung jawab pendidikan anak tidak boleh diserahkan seluruhnya kepada sekolah. Rumah adalah madrasah pertama, dan orang tua adalah guru utama.
Keluarga: Madrasah Pertama yang Paling Berpengaruh
Pendidikan pertama dan utama bagi anak dimulai dari keluarga. Di sanalah anak mengenal cinta, kejujuran, tanggung jawab, dan nilai-nilai ibadah. Bukan hanya sekadar tempat tinggal, rumah adalah ladang subur untuk menanamkan keimanan.
Motivasi keluarga dalam mendidik anak berbeda dengan lembaga pendidikan formal. Di keluarga, anak dibesarkan bukan karena kewajiban profesi, tetapi karena cinta dan amanah. Karena itulah, pendidikan keluarga lebih personal, menyentuh, dan bertahan lebih lama dalam jiwa anak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Orang tua adalah role model utama. Bila orang tua jujur, sabar, tekun beribadah, maka anak pun akan meniru. Keteladanan adalah metode pendidikan yang paling kuat. Anak-anak belajar bukan hanya dari ucapan, tapi dari penglihatan dan pengalaman.
Allah Swt. berfirman: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal kebajikan yang terus menerus lebih baik di sisi Tuhanmu sebagai pahala dan harapan.” (QS. Al-Kahfi: 46)
Melatih Anak dengan Praktik Islam Sejak Dini
Pendidikan agama dalam keluarga harus dimulai sejak dini. Mulai dari membiasakan shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, menutup aurat, hingga adab dalam berinteraksi. Jangan tunda sampai remaja, karena hati anak seperti tanah kosong yang mudah dibentuk.
Jika orang tua tidak memberi motivasi dalam berpakaian Islami, seperti mengenakan jilbab, anak akan merasa berat dan malu. Tapi jika sedari kecil ia sudah melihat ibunya berjilbab, dan diajarkan bahwa jilbab adalah perintah Allah, maka ia akan memakainya dengan bangga dan bahagia.
Allah Swt. berfirman: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita mukmin, agar mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka…”
(QS. Al-Ahzab: 59)
Dan berdoalah, sebagaimana orang-orang beriman: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan hidup dan keturunan yang menyenangkan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Anak di Rumah
Menurut Amirul Hasan, ada dua faktor utama yang memengaruhi pendidikan agama dalam keluarga:
- Faktor internal, seperti keharmonisan rumah tangga, fungsi masing-masing anggota keluarga, dan kondisi ekonomi.
- Faktor eksternal, seperti pengaruh lingkungan sosial, teman, media, dan perkembangan zaman.
Namun jika keluarga memiliki komitmen kuat, maka semua tantangan bisa dilalui. Dengan pola asuh yang baik, strategi yang bijak, dan doa yang tak pernah lepas, pendidikan agama akan sampai ke hati anak.
Allah Swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil: ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang miskin; dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.’”(QS. Al-Baqarah: 83)
Mewariskan Akhlak, Bukan Sekadar Warisan Harta
Mendidik anak dalam Islam bukan sekadar membentuk anak yang pandai, tetapi mencetak insan bertakwa. Orang tua bertugas mengantarkan anak menuju ridha Allah. Pendidikan yang benar bukan hanya untuk masa depan dunia, tapi juga untuk keselamatan akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”(HR. Muslim)
Karenanya, tak ada warisan paling mulia selain anak-anak yang saleh dan salehah — yang mengingat Allah dalam kesendiriannya, menegakkan shalat tanpa disuruh, menjaga kehormatan dirinya karena takut kepada Allah, dan mencintai Rasul-Nya lebih dari dunia dan isinya.
Penulis: Bangun Lubis