
DI tengah derasnya arus budaya yang kian permisif dan cenderung mengabaikan nilai-nilai adab, penting bagi umat Islam untuk kembali meneguhkan satu pilar utama dalam kehidupannya: menjaga kehormatan diri.
Islam menempatkan kehormatan (al-‘irdh) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari iman. Kehormatan tidak hanya berkaitan dengan aurat atau pergaulan, tetapi meluas hingga pada tutur kata, cara berpakaian, gaya hidup, dan adab bermedia sosial.
“Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan dua kakinya, maka aku akan menjamin surga untuknya,” sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Hadis ini menggambarkan betapa besarnya kedudukan orang yang mampu menjaga lisannya dan kemaluannya — dua pintu utama kehormatan.
Ustadz H. Bangun Lubis, seorang penulis dan pengasuh kajian dakwah, menyampaikan bahwa zaman hari ini menuntut umat Islam untuk tidak hanya bertakwa, tetapi juga cerdas menjaga martabat. “Jangan biarkan kehormatan tergadaikan oleh hasrat sesaat, oleh konten viral, atau oleh rayuan yang menyesatkan,” tegasnya dalam kajian pekanan di Masjid Nurul Hidayah, Palembang.
Dalam QS. An-Nur ayat 30–31, Allah SWT memerintahkan lelaki dan perempuan beriman untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya. Perintah ini bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk menjaga kemuliaan manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah (QS. Al-Isra: 70).
SatuJalan mengajak seluruh pembaca untuk menjadikan kehormatan diri sebagai komitmen hidup. Tidak ada yang bisa menggantikan harga dari sebuah kehormatan yang terjaga. Sekali ternoda, sangat sulit untuk memulihkannya. Maka, berhati-hatilah dalam berkata, bersikap, dan berpenampilan.
“Sesungguhnya malu adalah cabang dari iman,” kata Rasulullah. Maka siapa yang menjaga kehormatannya, sejatinya ia sedang menjaga imannya.
Mari kita mulai dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan kita. Dakwah menjaga kehormatan adalah bagian dari membangun kembali peradaban Islam yang bermartabat.