DUNIA ISLAM

Damai Itu Indah

Pasangan dalam rumah tangga meru pakan partner dalam hidup keduanya,

 

Oleh aminuddin
Jurnalis

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah : 263)

_______________

SEBAGIAN orang menyebut pertengkaran di dalam rumah tangga adalah hal yang biasa. Lumrah terjadi. Ibarat masakan, tanpa bumbu penyedap, bakal kurang enak saat disantap.

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Karena banyak terjadi pertengkaran berujung pada per ceraian. Apalagi pertengkaran itu terjadi di de pan anak-anak kita.

Mereka akan trauma. Ujung-ujungnya nekat ber buat tak lazim. Karena tak kuasa menahan malu. Malu dengan tetangga, teman sekolah dan sa habat terdekat.

Maka itulah sebaiknya pertengkaran harus dihindari.

Dr. Jerry Duberstein, terapis pernikahan dan konselor kesehatan mental berlisensi di Massachusetts, AS, memberikan tip untuk menjaga rumah tangga Anda dari konflik yang meledak-ledak:

1. Jujurlah tentang Keinginan Anda
Komunikasi yang baik dan efektif adalah hubungan timbal balik yang sehat dari keduanya. Seringkali pertengkaran terjadi hanya karena tidak terungkapnya keinginan masing-masing.

2. Ciptakan Keamanan
Pasangan sering kali tidak tahu bahwa tidak adanya komunikasi adalah tanda ketakutan atau ketiadaan perasaan aman di dalam hubungan. Tanpa ada rasa aman dalam hubungan, pasangan jadi akan tertutup dan enggan berbagi, bahkan tidak mau menyampaikan pendapat. Ini tentu akan jadi masalah kronis yang memicu pertengkaran semakin hebat.

3. Saling Mempelajari Perbedaan
Perempuan dan laki-laki memang berbeda. Perempuan butuh lebih banyak bicara dan mengutarakan perasaannya. Laki-laki biasanya dianggap lebih logis dan solutif. Bila antarpasangan tidak belajar bahwa ada perbedaan dalam cara masing-masing bereaksi atas sesuatu, maka pertengkaran menjadi hal yang sangat mudah timbul.

4. Dengarkan Sepenuh Hati
Ingat bahwa Anda bukan mendengarkan untuk menunggu giliran Anda menjawab, melainkan mendengarkan dengan sepenuh hati. Anda perlu mendengarkan untuk mencari informasi yang akan membantu Anda mengetahui dan mencintai pasangan Anda secara lebih intim. Anda tidak akan mendapat apa pun jika Anda hanya menunggu pasangan Anda berhenti berbicara sehingga Anda dapat mengatakan apa yang ingin Anda katakan.

5. Ajukan Pertanyaan Terbuka
Alih-alih memberikan pertanyaan seperti, “Kamu marah?” lebih baik ajukan pertanyaan terbuka seperti, “Apa yang membuat kamu keberatan kalau aku harus pergi bekerja di akhir pekan?” Kalimat tersebut mengundang diskusi yang lebih terang.

6. Perhatikan Kondisi Masing-masing
Mengobrol bersama pasangan memang menyenangkan. Akan tetapi, selalu perhatikan untuk tidak membicarakan topik berat ketika Anda berdua lelah.

7. Jangan Berpikir Pasangan Bisa Membaca Pikiran
Ini adalah sebuah kesalahan besar. Pasangan Anda bukanlah peramal. Ia tak bisa membaca pikiran Anda. Hanya karena berekspektasi bahwa ia mengerti pikiran Anda, Anda bisa jadi kesal sendiri saat ia tak melakukan apa yang Anda harapkan.

Tentu pasangan suami isteri juga harus tahu sumber utama penyebab terjadinya pertengkaran.

Apa saja?

1. Masalah keuangan
Pencampuran pendapatan yang tidak dikelola dengan baik bisa juga jadi pe nyebab terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga. Maka itu, sebaiknya ren cana keuangan dalam satu atap disusun terlebih dahulu sebelum pernikahan.

Pasangan dalam rumah tangga meru pakan partner dalam hidup keduanya, sehingga kerja sama akan pemenuhan finansial pun perlu direncanakan dengan baik oleh suami dan istri.

2. Anak
Selain masalah keuangan, anak sering menjadi penyebab pertengkaran dalam rumah tangga. Terlebih jika pasangan rumah tangga sebenarnya masih belum siap dan cukup komitmen dalam mempunyai anak.

Maka, bukan sesuatu yang mengherankan jika pasangan bertengkar karena anak. Penyebab pertengkaran dalam rumah tangga pun bermacam-macam, mulai dari cara asuh, diet anak, mendisiplinkan anak, sekolah yang dipilih dan masih banyak lagi.

Untuk menghindari masalah ini, sebaiknya pasangan sudah memiliki keputusan serta pandangan yang sama mengenai anak sebelum memutuskan untuk mempunyai anak.

Sebaiknya diskusikan rencana memiliki anak dengan detail agar terhindar dari pertengkaran suami istri. Jika hal ini terlanjur menjadi masalah, maka jalan satu-satunya adalah dengan duduk berbicara dengan pasangan untuk mencari jalan keluarnya.

Anak merupakan tanggung jawab yang luar biasa dalam pernikahan, sehingga harus direncanakan dengan baik dan matang bersama-sama.

3. Seks
Hubungan seksual dengan pasangan merupakan sebuah kenikmatan tersen diri dalam berumah tangga. Namun, ke nikmatan itu hanya bisa tercapai ketika pasangan mempunyai pandangan yang sama terhadap seks itu sendiri.

Frekuensi, jumlah, hingga variasi dalam berhubungan seksual sudah seharusnya menjadi bahan diskusi bersama oleh pasangan. Jika tidak, maka hubungan seksual berpotensi memunculkan konflik rumah tangga.

4. Pekerjaan rumah
Suami bertanggung jawab dalam berumah tangga untuk menafkahi, sedangkan istri bertanggung jawab untuk membesarkan anak, menyelesaikan pekerjaan rumah, hingga memenuhi kebutuhan suami.

Namun, pandangan tersebut sudah tidak lagi berlaku. Suami dan istri merupakan partner dalam kehidupan sehingga se muanya pun perlu diselesaikan dengan kerja sama. Baik persoalan nafkah, membesarkan anak maupun pekerjaan rumah seperti menyapu dan mengepel.

Sayangnya, banyak pasangan yang tidak memiliki pandangan seperti itu. Padahal, memiliki pandangan yang sama bisa me ngurangi potensi adanya pertengkaran dalam rumah tangga.

Pekerjaan rumah merupakan sesuatu yang sepele, tapi jika pasangan tidak memiliki pandangan yang sama terha dap pekerjaan rumah, bukan tidak mu ngkin hal tersebut menjadi sumber pertengkaran.

Baca Juga  Mama Dedeh Di Gandus Palembang, Malaikat Bentangkan Sayapnya

5. Kebiasaan
Saat berumah tangga, maka Mom akan menjalani segala hal mulai dari yang be sar hingga hal paling kecil sekalipun bersama pasangan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama jika kebiasaan pasangan dalam menjalani hal-hal tersebut bertolak belakang dengan kebiasaan Mom sendiri.

Untuk menghindari persoalan ini, maka Mom dan pasangan harus belajar untuk berkompromi agar tidak terjadi konflik rumah tangga.

6. Opini anggota keluarga
Pernikahan tidak hanya menggabungkan hidup pasangan, tapi juga hidup kedua keluarganya. Maka tidak jarang jika kehi dupan rumah tangga saudara hingga mertua terkadang menjadi sumber pe nyebab pertengkaran dalam rumah tangga.

Terkadang opini saudara hingga mertua bisa menyakiti hati pasangan. Namun, yang sering kali menjadi sumber perteng karan adalah sikap Mom dalam mengha dapi opini yang ditujukan ke pasangan tersebut.

Jangan Merusak

Tapi jika pertengkaran tak juga bisa dihindari maka sebaiknya mom and dad jangan lakukan hal berikut ini :

Menutup telepon
Kalau kamu kebetulan sedang bertengkar lewat telepon, lalu kamu menutup telpon tanpa permisi, maka itu akan menjadi petaka. Terlebih lagi jika pasanganmu mencoba menelepon lagi, kamu reject. Telpon lagi, kamu reject lagi. Bahaya.

Padahal bisa jadi panggilan telepon itu untuk menawarkan solusi. Ketika dia sudah ingin menyudahi, kamu malah memotongnya. Kalau memang kamu tidak senang dengan atmosfer pertengkaran, kenapa harus menghindar?

Kalau memang kamu tidak ingin berbicara dengan dia dalam kondisi suasana hati yang buruk, kamu bisa mengangkat telepon dari dia dan sampaikan bahwa dia bisa menelepon lagi nanti atau kamu sendiri yang akan menghubungi dia setelah suasana hatimu membaik.

Jangan pernah menantang
Pikirkan, jika ada api kecil lalu kamu menyiramkan bensin tepat di atasnya. Apa yang terjadi? Boom!

Seperti itulah. Jangan pernah menantang seseorang yang sedang marah atau emosi. Karena meskipun itu adalah pasangan kamu yang kamu cintai dan dia mencintai kamu, bukan berarti dia tidak bisa bertindak kasar.

Contohnya, saat pasanganmu mulai mengangkat tangan hendak memukul, lalu kamu berteriak, “Mau main tangan? Silakan kalau memang kamu ingin disebut laki-laki-sejati!”

Kata-kata seperti itu jelas bukan ide yang bagus. Ketimbang menantang orang yang sedang emosi seperti itu, ada lebih dari 100 cara untuk mendinginkan suasana hati pasangan kamu. Ini berlaku juga untuk suami maupun istri. Intinya, salah satu harus rela menjadi air, bukan bensin.

Merusak benda-benda sekitar
Biasanya, saat emosi sudah diubun-ubun orang akan cenderung melampiaskan amarahnya lewat barang-barang di sekitar. Hal itu secara psikologis memang ada, karena dia secara batin tidak kuasa untuk menyakiti, menampar atau main tangan pada pasangan karena saking cintanya.

Makanya, amarah dilampiaskan ke pintu yang dibanting, melempar vas bunga ke dinding, pergi ke dapur dan membuat suara-suara gaduh tak jelas. Apakah ini benar? Tentu tidak!

Karena hal itu justru akan membuat pasanganmu merasa terintimidasi dan terkejut. Yang lebih parah lagi, ketidakmampuan kamu mengendalikan amarah justru dipandang sebagai kelemahan, bukan kekuatan! Perhatikan.

Melibatkan orang lain
lain rev1
Jangan pernah melibatkan orang lain dalam emosi pertengkaranmu. Misalnya saja suami yang pulang terlambat karena pekerjaan. Kemudian kamu mulai mengadu dan menceritakan betapa kamu kesal karena suamimu pulang terlambat.

Kalau suamimu mengetahui itu, jelas akan membuat dia makin kesal. Akhirnya pertengkaran yang semula tentang pulang terlambat, akan merembet ke perkara campur tangan orang tua dan kamu yang tidak bisa menyimpan prahara rumah tangga dengan menceritakan masalah ke orang lain.

Pada dasarnya melibatkan orang lain tidak perlu dalam pertengkaran rumah tangga selama kamu bisa mendiskusikan dan menyelesaikannya sendiri. Lagi pula, ketika kamu mengadu ke orang lain, belum tentu mereka bisa membantumu, atau malah bisa memanas-manasi hati sehingga makin emosi.

Selain itu, jika kamu mengadu ke orang lain yang lebih dewasa, kebanyakan mereka akan mengembalikan semuanya ke kamu dan pasanganmu untuk menyelesaikan secara pribadi. So, itu tidak ada gunanya.

Berbicara tentang perpisahan
Jangan sampai! Jika kamu mengucapkan kata perpisahan atau perceraian dalam setiap pertengkaran yang kamu alami dengan pasangan, maka dia mungkin akan merasa terhina. Seakan kamu selalu mengajak pisah dan dia tidak menghendaki sehingga terus menerus bertengkar dan terus menerus mendengar kata pisah.

Kalau memang kalian sudah tidak ingin bersama lagi, sebaiknya semua dibicarakan sambil ngopi atau bersantai. Mungkin itu lebih baik daripada mengutarakannya dalam keadaan emosi.

Menggali masalah lain
Kamu bertengkar dan mulai membawa-bawa masalah lain atau masalah yang sudah lalu. maka pertengkaran kalian akan bertambah parah. Sebaiknya jangan coba-coba menggali masalah yang sudah berlalu, selesaikan saja masalah kalian yang sekarang.

Itulah pentingnya menyelesaikan masalah di saat itu juga, agar kelak pertengkaran tersebut tidak diungkit lagi di masa yang akan datang.

Jika kamu sudah menggali masalah lain, pasangan kamu juga melakukan hal yang sama, maka hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan kalian.

Tidak tidur bersama
Wajar ya, mungkin setelah bertangkar hebat kamu maupun pasangan kamu akan membenci satu sama lain untuk beberapa waktu. Tapi di malam hari, jika kamu tidur di ruangan terpisah untuk menghindari kehadiran pasangan, jarak antara kalian bisa meningkat.

Untuk itu, usahakan tetap tidur dalam satu ruangan dan satu ranjang. Siapa tahu saat pagi hari, otak lebih fresh sehingga kalian bisa mulai berkompromi dengan diri sendiri dan pasangan kamu.

Baca Juga  Guru dalam Persfektif Islam, Tinggi dan Mulia

Islam dan Solusi

Lantas seperti apakah Islam menawarkan solusi permasalahan dan perselisihan rumah tangga?

Dalam kaitan ini, Syekh ‘Abdurrahman ibn ‘Abdul Khalik al-Yusuf dalam al-Zawâj fî Zhill al-Islâm (Kuwait: Daru al-Salafiyyah, 1988, cetakan ketiga, hal. 166), mengemu kakan, ada beberapa solusi yang ditawarkan kepada pasangan suami istri sebelum atau sewaktu menyele saikan permasalahan dan perselisihan keluarga yang terjadi di tengah mereka.

Pertama, hendaknya ia memposisikan diri sebagai orang yang berselisih dengan dirinya. Dengan begitu, ia akan mengetahui bagaimana seharusnya ia bersikap terhadap orang yang berselisih dengannya. Selain itu, ia juga harus mengetahui pangkal masalah atau sebab-sebab terja dinya. Barulah ia memutuskan jalan keluarnya.

Kedua, suami harus mengetahui secara pasti bahwa pada diri istrinya ada tabiat untuk menyimpang. Ini merupakan tabiat penciptaan dan fitrah yang diberikan Allah kepadanya. Wanita tak mungkin mengubah penciptaan dan tabiat itu kecuali dengan kelapangan hati menerima koreksi dari pemimpinnya, yaitu laki-laki. Inilah yang dimaksud hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ، فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ، وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا، كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Ia tidak akan pernah lurus untukmu di atas sebuah jalan. Jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, maka bersenang-senanglah. Namun, padanya tetap ada kebengkokan. Jika engkau berusaha meluruskannya, engkau akan memecahnya. Dan pecahnya adalah talaknya,” (HR Muslim).

Suami mana pun yang telah memahami hakikat ini, tentu akan bersabar menyikapi kekurangan dan sikap menyimpang istrinya. Begitu pula sang istri akan menerima koreksi dan pandangan suaminya atas kekurangan dirinya.

Ketiga, betapa banyak laki-laki yang dikaruniai istri yang lebih hebat, lebih cerdas, lebih sabar, dan lebih bijak pandangannya. Namun, ini tidak boleh mengubah kodrat dan kaidah umum tentang laki-laki dan perempuan. Ini tidak boleh dimaknai perempuan boleh dieksploitasi untuk kepentingan laki-laki. Bukan pula laki-laki harus menempati posisi istrinya, sebab ini akan merusak fitrah keduanya dan menghancurkan kebahagiaan rumah tangga.

Selanjutnya, cara terbaik bagi istri untuk mengoreksi sikap membangkang atau menyimpang suaminya adalah memberi nasihat melalui kerabat atau orang terdekatnya, sebagaimana firman Allah yang artnya:

“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik.”(QS al-Nisa’ [4]: 128).

Pasalnya, jika istri meluruskan sikap menyimpang dan membangkang suami secara langsung, boleh jadi hanya akan menambah kerusakan rumah tangga kecuali jika keduanya menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Keempat, laki-laki memang diberi hak kepemimpinan. Sehingga ia adalah orang pertama yang menjadi pengayom dan pemimpin, baik bagi dirinya maupun bagi istrinya.

Ini pula yang dimaksud dalam firman Allah:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka) … “(QS al-Nisa’ [4]: 34).

Namun, kepemimpinan di sini bukan berarti ia boleh otoriter, keras, dan luhur. Kepeminmpinan dimaksud adalah menaungi, melindungi, mendidik, menyayangi, menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, baik dengan cara tegas maupun cara lembut. Tak diragukan lagi bahwa kelalaian suami memenuhi hak dan kewajiban ini akan berakibat buruk pada sikap sang istri kepadanya.

Kelima, pergunakan cara-cara yang telah diberikan Allah dalam meluruskan kekurangan perempuan, yaitu:

(1) menasihati dengan lemah lembut dan menggugah hati. Dilakukan pada waktu yang tepat dan kadar yang tepat pula. Sebab, jika dilakukan terus-menerus siang dan malam hanya akan menambah kebal orang yang dinasihati. Nasihat itu ibarat dosis obat. Dosis yang tepat bisa mengobati, dosis.yang berlebihan bisa merusak bahkan mematikan;

(2) menjauhi tempat tidur istri bilamana cara pertama sudah tidak mampu.

Selanjutnya, (3) memukulnya dengan pukulan yang tidak membahayakan. Artinya, hanya pukulan yang dapat melunakkan kerasnya hati sang istri, bukan menyakitinya, dan diyakini dapat mengubahnya menjadi lebih baik. Jika diperkirakan malah destruktif, cara ini mesti ditinggalkan;

(4) meminta bantuan kepada juru damai dari kedua belah pihak (suami-istri). Ini merupakan jalan terakhir ketika cara-cara sebelumnya tidak mampu. Kedua juru damai itu tentunya harus mampu memahami duduk permasalahan suami-istri dan juga mumpuni untuk memecahkannya.

Keempat cara itu dilansir dalam firman Allah SWT :

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.”(QS al-Nisa’ [4]: 34-35).

Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lambishshawab.

,

__________

Sumber literasi :

1.Parenting Indonesia

2. Ruangmom

3. Merdeka.com

4. Madaninews.id

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button