< Penantian Panjang Nabi Zakaria: Ketika Doa dan Kesabaran Melahirkan Keajaiban - Satujalan.com
SYARIAH

Penantian Panjang Nabi Zakaria: Ketika Doa dan Kesabaran Melahirkan Keajaiban

 

Oleh: Bangun Lubis

SATUJALAN NETWORK – Menanti kelahiran seorang anak adalah impian agung bagi setiap insan yang telah berumah tangga. Harapan itu tumbuh dalam hati, mekar dalam doa, dan bersemi dalam setiap harapan yang terbisik lirih di sepertiga malam.

Namun, kehadiran seorang anak bukanlah sesuatu yang datang begitu saja seperti membalikkan telapak tangan. Ia adalah anugerah yang terikat erat dengan takdir dan kehendak Sang Pencipta. Bila Allah menghendaki, maka jadilah ia. Bila belum, maka bahkan waktu yang panjang tak mampu mendatangkannya.

Kisah penuh makna ini tercermin dalam kehidupan seorang nabi yang mulia—Nabi Zakaria AS, sosok yang sabar dan taat dalam menanti buah hati. Di usianya yang telah senja, ketika uban telah memutihkan rambut dan tubuhnya telah mulai melemah, ia belum juga dikaruniai seorang putra. Namun, tak pernah sedikit pun beliau putus asa. Dalam doanya yang tulus, ia sering berbisik kepada Allah:

“Ya Tuhanku, kapankah Engkau akan menganugerahkan kepadaku seorang putra yang akan meneruskan perjuanganku?”

Bukan sekadar harapan seorang ayah yang merindukan tangisan bayi di rumahnya, tetapi harapan seorang nabi yang menginginkan penerus dakwah. Di usia yang renta, Zakaria masih memikul beban risalah—mengajak umatnya kembali kepada jalan Allah, memperbaiki akhlak, menegakkan tauhid di tengah masyarakat yang mulai lalai.

Namun, dakwah itu tidak mudah. Penolakan datang dari mana-mana, bahkan dari kerabatnya sendiri. Ia pun mulai bertanya dalam hatinya, “Siapakah kelak yang akan meneruskan misi ini setelah aku tiada?” Maka bertambahlah kuat doa-doanya. Ia mengangkat tangan, meneteskan air mata, berserah penuh kepada Rabb-nya.

Baca Juga  Berbuat Baik kepada Orang Lain: Jalan Menuju Kebaikan Ilahi

Doa yang Tak Pernah Padam

Sejak pertama kali menikah, Nabi Zakaria telah menyimpan harapan memiliki keturunan. Tetapi hingga puluhan tahun berlalu, istrinya tak kunjung mengandung. Lebih berat lagi, istrinya diketahui mandul dan usia mereka berdua sudah melewati masa-masa subur. Namun, keimanan Zakaria tak pernah goyah. Baginya, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Jika Dia berkehendak, maka akan terjadi.

Suatu hari, saat Zakaria mengunjungi Maryam—keponakannya yang masih belia namun telah dikenal sebagai wanita suci yang beribadah sepenuh hati di dalam mihrab—ia mendapati pemandangan yang mengejutkan. Di depan Maryam terhidang makanan dan buah-buahan yang lezat, padahal itu adalah jenis buah yang hanya tumbuh di musim panas, sedangkan saat itu adalah musim dingin.

Dengan penuh keheranan ia bertanya,
“Wahai Maryam, dari mana engkau mendapatkan semua ini?”
Maryam menjawab dengan tenang,
“Ini dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tanpa hisab.”

Jawaban itu menghentak batin Zakaria. Hatinya tergugah. Jika Maryam yang senantiasa bersujud kepada Allah bisa mendapatkan rezeki dari arah yang tak disangka-sangka, maka bukankah Allah juga Maha Kuasa untuk mengaruniakannya seorang anak, meski secara logika tampak mustahil?

Ketika Malaikat Membawa Kabar Gembira

Maka pada malam-malam berikutnya, Zakaria kembali memperbanyak doa. Ia memohon dengan hati yang luluh lantak, penuh keyakinan, dan penuh kesungguhan. Dan seperti hujan yang turun setelah kemarau panjang, doanya pun diijabah. Allah mengutus seorang malaikat untuk menyampaikan kabar gembira:

“Wahai Zakaria, sesungguhnya Allah memberikan kabar gembira kepadamu dengan (lahirnya) seorang anak laki-laki bernama Yahya, yang sebelumnya belum pernah diberikan nama seperti itu kepada siapa pun.”
(QS. Maryam: 7)

Baca Juga  Hati Tenang Dengan Mengingat Allah

Zakaria tertegun. Hatinya bergemuruh antara gembira dan takjub. Ia bertanya,
“Wahai Tuhanku, bagaimana aku akan memperoleh anak, padahal aku sudah sangat tua dan istriku seorang yang mandul?”

Malaikat menjawab,
“Demikianlah Tuhanmu berfirman: Itu mudah bagi-Ku. Bukankah Aku telah menciptakanmu sebelumnya, padahal engkau belum ada sama sekali?”

Dan terjadilah kehendak Allah. Istri Nabi Zakaria yang telah lanjut usia itu pun mengandung. Waktu pun berjalan, dan ketika masa kehamilannya genap, lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Yahya, seorang anak istimewa yang kelak menjadi nabi, dikenal karena kesuciannya, keberaniannya, dan keteguhan imannya.

“Wahai Yahya, ambillah kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.”
(QS. Maryam: 12)

Hikmah dari Sebuah Penantian

Kisah ini bukan sekadar cerita sejarah, tetapi cermin bagi kita semua tentang arti sabar dalam penantian, tentang keyakinan dalam doa, dan tentang kuasa Allah yang tak terikat oleh logika manusia.

Berapa banyak di antara kita yang menyerah karena merasa doanya belum dijawab? Padahal mungkin jawaban itu sedang Allah siapkan di waktu terbaik. Penantian Nabi Zakaria menunjukkan bahwa keteguhan hati dan keikhlasan dalam berdoa adalah pintu dari keajaiban-keajaiban Allah.

Seperti halnya Nabi Zakaria yang tidak menyerah di usia senja, kita pun tak boleh putus harap. Karena siapa tahu, di balik sabar kita yang panjang, ada anugerah besar yang sedang menunggu waktu untuk datang—anugerah yang bukan hanya untuk kita, tetapi untuk generasi dan umat sesudah kita.

“Dan tidak ada sesuatu pun yang sulit bagi Allah.”(QS. Al-Baqarah: 20)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button