Muslimah: Mutiara yang Terjaga dalam Cahaya Islam

“Wanita adalah saudara kandung laki-laki.” (HR. Abu Dawud)
Dalam hembusan lembut ajaran Islam, perempuan tidak pernah hadir sebagai bayangan atau pelengkap. Muslimah adalah cahaya. Ia punya ruang, punya suara, punya kemuliaan. Dalam dekapan syariat, perempuan dijaga bukan karena lemah, tetapi karena berharga. Seperti mutiara di kedalaman laut, ia tidak sembarang disentuh, tapi dihargai dan dijaga dengan penuh kehormatan.
- Dimuliakan Sejak Awal
Di masa Jahiliyah, anak perempuan dianggap aib. Mereka dikubur hidup-hidup, tak dibiarkan tumbuh. Namun ketika Islam datang, Rasulullah ﷺ mengangkat mereka dari kegelapan, menegakkan kepala mereka dengan kemuliaan. Beliau bersabda:
“Barang siapa yang memelihara dua anak perempuan hingga dewasa, maka aku dan dia akan datang pada hari kiamat seperti ini,” (beliau merapatkan dua jarinya). — (HR. Muslim)
Islam tidak hanya menyelamatkan perempuan, tapi menjadikannya poros peradaban.
- Pakaian dan Martabat
Syariat hijab bukan beban, tapi perisai. Hijab bukan simbol keterbelakangan, tapi tanda kemuliaan. Allah berfirman:
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali dan karena itu mereka tidak diganggu…”
(QS. Al-Ahzab: 59)
Hijab adalah pelindung, bukan penjara. Ia menjaga wanita dari pandangan liar dan fitnah dunia. Muslimah yang mengenakan hijab karena cinta kepada Rabb-nya bukan sedang membatasi dirinya, tapi sedang memerdekakan dirinya dari penilaian dunia.
- Bukan Sekadar Istri, Tapi Sahabat Jiwa
Rasulullah ﷺ tidak pernah menempatkan istrinya sebagai pelayan. Ia memperlakukan Khadijah, Aisyah, Hafshah, dan para istri lainnya dengan cinta, respek, dan kelembutan. Dalam Aisyah, beliau mendapati sahabat bicara. Dalam Khadijah, beliau mendapati pelipur lara.
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.”
(HR. Tirmidzi)
Islam mengajarkan bahwa seorang wanita dalam pernikahan adalah tempat berteduh, bukan tempat pelarian. Ia adalah teman seperjalanan, bukan beban bawaan.
- Keberkahan Seorang Ibu
Tiada kedudukan yang lebih luhur dalam Islam bagi perempuan selain menjadi seorang ibu. Surga tidak diletakkan di bawah kaki suami, pemimpin, atau guru, tetapi di bawah telapak kaki ibu. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapa aku harus berbuat baik pertama kali?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah menjawab, ‘Ayahmu.'”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Tiga kali disebut, hingga tak ada lagi keraguan akan mulianya peran seorang muslimah yang menjadi ibu. Didikan lembutnya mencetak generasi masa depan.
- Muslimah Adalah Pilar Peradaban
Bukan hal yang berlebihan bila dikatakan bahwa kehancuran atau kejayaan umat Islam sangat bergantung pada wanita. Di balik setiap lelaki hebat, ada wanita shalihah yang membentuknya. Dalam keheningan rumah, ia adalah guru pertama. Dalam gemuruh dunia, ia adalah penjaga akhlak.
“Wanita adalah tiang negara. Jika baik wanitanya, maka baik pula negaranya.”
Islam bukan hanya mengakui peran itu, tetapi menjadikannya kehormatan.
Wahai muslimah, engkau bukan bayangan yang menyusuri dinding sejarah. Engkau adalah catatan paling indah dalam lembaran peradaban Islam. Jagalah dirimu dengan kemuliaan syariat, bukan dengan sorak sorai dunia. Dunia mungkin tak memujimu, tapi Allah melihatmu. Dan itu cukup.
“Perempuan shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.”
(HR. Muslim)
Oleh: Bangun Lubis